Jakarta – Rencana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) oleh Baleg DPR yang menerapkan azas Dominus Litis banyak mendapat penolakan dari berbagai pihak, baik dari pakar hukum, akademisi, serta aktivis masyarakat.
Azas Dominus Litis tersebut akan menghilangkan kesetaraan dalam penegakkan hukum dengan menempatkan salah satu bagian dari penegak hukum (Jaksa) berada di atas yang lain
Selain itu, azas Dominus Litis pada RKUHAP juga dapat menyebabkan tumpang tindih antara kewenangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia serta bertentangan dengan azas diferensiasi fungsional dalam hukum acara pidana.
Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) menilai asas ini akan memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan untuk menentukan apakah suatu kasus bisa dilanjutkan ke pengadilan atau tidak dan membuka celah intervensi politik serta menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan.
Menurut Ali Hasan selaku Ketua ISMAHI, sistem penegakan hukum di Indonesia saat ini berlandaskan pada prinsip diferensiasi fungsional. Dalam struktur ini, setiap lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, memiliki otonomi serta kedudukan yang setara dalam menjalankan tugasnya masing-masing.
Penerapan asas dominus litis yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), yang memberikan kewenangan mutlak kepada kejaksaan untuk memutuskan apakah suatu kasus dapat diajukan ke pengadilan. Menurutnya, kebijakan ini dapat mengganggu tatanan penegakan hukum yang telah ada selama ini.
“Penerapan asas dominus litis sama dengan memberikan wewenang penuh kepada kejaksaan dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Jika jaksa menguasai seluruh proses hukum, maka keseimbangan dalam penegakan hukum akan hilang” terang Ali Hasan.
Ia menambahkan, asas ini berpotensi menghambat prinsip check and balances dalam hukum pidana, mengingat wewenang yang terlalu besar diberikan kepada kejaksaan. Dalam sistem peradilan pidana, kekuasaan yang diberikan seharusnya bersifat proporsional. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antar lembaga penegak hukum.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan